Nama clorot yang aneh bagi sebagian besar orang justru semakin menambah penasaran seperti apa sebenarnya clorot itu. Clorot biasanya banyak dijajakan di pasar-pasar tradisional. Clorot terbuat dari tepung beras ditambah sedikit tepung ketela/kanji, garam, kapur sirih, serta gula merah lalu ditambahi pewangi berupa daun pandan.
Clorot dijual di pasar-pasar tradisional di Purworejo Foto: Rinto Heksantoro/detikcom
|
Cara membuatnya pun cukup sederhana, dengan mencampurkan semua bahan dan diberi air santan sembari diaduk hingga rata sekitar 30 menit. Setelah menjadi adonan cair namun kental, maka clorot pun siap dimasukkan ke dalam wadah atau urung clorot yang terbuat dari daun kelapa yang masih muda atau janur kuning. Janur pembungkus clorot ini diulin sedemikian rupa sehinga menyerupai terompet kecil.
"Setelah adonan siap kemudian dengan menggunakan gayung pelan-pelan dimasukkan ke dalam urung clorot. Setelah itu dikukus selama satu jam lalu diangkat dan ditiriskan ditunggu beberapa saat dan siap dimakan," tutur seorang pedagang clorot, Rohimah (69) ketika ditemui detikcom saat menjajakan clorot di Pasar Tradisional Grabag, Jumat (29/12/2017).
Selain bentuknya yang unik, makanan sejenis jenang ini juga memiliki cara khusus yang tak kalah unik sebelum dimakan. Kebanyakan orang awam akan membuka cangkang clorot dari atas seperti makan es cream. Namun cara yang benar sebelum melahap kuliner khas Purworejo ini adalah dengan menusuk bagian bawah clorot dengan menggunakan satu jari.
Bentuknya yang bulat panjang berwarna cokelat, lembek namun kenyal membuat siapa saja akan tersenyum sebelum memakan clorot yang perlahan keluar dari cangkangnya setelah ditusuk dengan satu jari. Rasa penasaran pun terbayar ketika melihat clorot perlahan mulai menjulur keluar bercampur sensasi unik yang semakin menambah nikmatnya gigitan pertama.
"Cara makannya bukan dibuka bungkusnya dari atas tapi ditusuk dari bawah dengan satu jari sampai clorot keluar dan siap dimakan," lanjutnya.
Sementara itu pedagang lain, Yasma (60) warga Desa Grabag, Kecamatan Grabag yang sudah berjualan clorot lebih dari 10 tahun menuturkan bahwa profesi sebagai pedagang clorot sudah dijalani secara turun temurun. Selain menjaga dan melestarikan makanan khas Purworejo, berjualan clorot juga bisa untuk menambah penghasilan meski tidak seberapa.
Cara memakan clorot Foto: Rinto Heksantoro/detikcom
|
Dalam sehari, ibu dua orang anak itu mengaku bisa menghabiskan tepung beras sekitar 6 kilogram. Namun ketika lebaran datang maka clorotnya akan terjual laris manis dan adonan yang dibuat pun bisa dua kali lipatnya.
"Sehari ya rata-rata bisa habis 6 kilogram tepung beras, kalau pas lebaran ya bisa dua kali lipatnya kan ramai yang beli," katanya.
Dengan harga yang murah meriah, tak heran jika clorot yang dijual di pasar-pasar tradisional di Purworejo selalu ludes. Harga per ikat dengan isi 10 biji, para pembeli hanya cukup membayar Rp 8.000.
Salah satu penggemar clorot, Darmi (45) sengaja datang ke pasar Grabag untuk membeli makanan khas tersebut. Tidak hanya mencicipi di tempat, ia pun tak lupa membungkus makanan berbentuk terompet mini itu untuk dibawa pulang.
"Seneng, enak manis dan kenyal. Harganya murah ini tadi cuma Rp. 8;000, per ikat isi 10 clorot. Saya bawa pulang juga buat keluarga di rumah," kata Darmi.
Selain untuk dimakan sendiri, clorot juga bisa dijadikan oleh-oleh bagi siapa saja yang berkunjung di Purworejo untuk dibawa pulang. Kuliner unik yang hanya ada di Purworejo ini bisa bertahan hingga dua hari karena tanpa menggunakan bahan pengawet.
Sumber :detik news
0 Komentar